Artikel Terkait:
The Wizard of Oz
L. Frank Baum
Aladdin Classic, New York, 1999
Children Fiction, bahasa Inggris, 198 hlm
Buku ini sudah saya kenal lama, sudah sering saya dengar dari cuplikan atau referensi yang dibuat oleh banyak penulis, bahkan dari beberapa buku management yang mengambil inspirasi dari cerita karangan L. Frank Baum ini dan menciptakan suatu jargon yang bernama “the management of oz”. Namun, baru kali ini saya berkesempatan benar-benar membacanya utuh dari edisi asli pengarangnya (karena banyak versi the wizard of oz ini dari pengarang-pengarang lain). Dan memang, buku ini langsung mengesankan saya dari awal hingga akhir, dengan karakter tokoh-tokohnya dan pesan moral yang menurut saya memang mendasar sekali. Saya hanya membayangkan jika saya membacanya ketika saya masih kecil, tentu imajinasi tentang negeri oz ini juga akan terus menempel dalam benak saya, juga pesan-pesan yang disampaikan yang terasa benar-benar berbicara langsung. Saya pun membayangkan betapa beruntungnya anak-anak kala itu yang berkesempatan mendengarkan langsung L. Frank Baum menceritakan secara lisan kisah ini (konon Baum sendiri adalah pencerita yang ulung). Andaikan saya termasuk dari anak-anak tersebut, sudah pasti saya menjadi langganan tetap beliau dan mendengarkannya sambil imajinasi saya berkelana sejauh-jauhnya…
Baiklah, jadi tentang apa sih buku ini? Ceritanya sebenarnya sederhana saja. Adalah Dorothy, seorang anak perempuan yang tinggal di Kansas bersama paman dan bibinya. Mereka tinggal dalam sebuah rumah yang sederhana dengan padang rumput luas yang digambarkan serba kelabu. Dorothy juga tinggal bersama anjingnya, Toto.
Suatu hari, paman Dorothy melihat angin tornado di kejauhan dan memperingatkan semuanya untuk berlindung di ruang bawah tanah. Namun karena sedang menyelamatkan Toto, Dorothy belum sempat mencapai pintu ruang bawah tanah ketika badai angin tersebut menghantam rumah mereka. Dorothy lalu berputar bersama rumah itu terbawa angin, melayang jauh dan akhirnya mendarat di suatu negeri antah berantah. Dari sinilah pengalaman Dorothy dimulai.
Ternyata Dorothy bersama rumahnya mendarat di suatu negeri imajiner, dimana semuanya tampak indah dan berwarna, dengan taman dan bunga-bunganya serta langit biru menawan. Walau demikian, Dorothy ingin kembali ke tempat asalnya di Kansas dan bertemu kembali dengan paman dan bibinya. “There’s no place like home” adalah jawaban Dorothy atas pertanyaan mengapa ia ingin kembali ke Kansas yang serba kelabu itu. Di negeri itu ternyata hidup sekelompok orang dewasa kecil dan dari mereka Dorothy disarankan untuk pergi ke the Emerald City of Oz dan bertemu dengan sang Oz yang menurut mereka dapat membantu Dorothy kembali ke tempat asalnya. Maka berjalanlah gadis kecil itu kenuju arah kota emerald Oz yang ditunjuk. Nah, dalam perjalanan inilah ia bertemu dengan tiga tokoh utama lain dalam cerita ini, yang senantiasa menemaninya dalam perjalanan-perjalanan berikutnya.
Pertama, Dorothy bertemu dengan Scarecrow, ‘seorang’ orang-orangan sawah yang dipatok di sebuah tonggak kayu di tengah kebun untuk menakut-nakutin burung gagak. Scarecrow ingin memiliki otak sungguhan, dan bukan setumpuk jerami yang dijejalkan di kepalanya, agar ia bisa berpikir dan pintar seperti orang-orang lain. Maka ia akhirnya berjalan bersama Dorothy menuju tempat Oz untuk memohon memberinya otak di kepalanya dan berjalanlah mereka berdua meneruskan perjalanan.
Dalam perjalanan berikut, mereka bertemu dengan the Tin Woodman yang tertancap di sebatang pohon kayu yang sedang ditebangnya. Mereka lalu menolong the Tin Woodman dan karena the Tin Woodman ini ingin sekali memiliki hati sungguhan di dalam dadanya agar ia bisa benar-benar mencintai, maka ikutlah ia bersama dua teman barunya itu menuju tempat Oz.
Saat masuk hutan mereka bertemu dengan seekor singa, yang walaupun aumannya terdengar sangat menakutkan, namun sebenarnya ia merasa takut. Sang singa pun ingin sekali memiliki keberanian untuk bisa benar-benar menjadi raja hutan seperti sebutan yang biasa diberikan kepada singa, dan berharap sang Oz dapat memberikannya. Maka berjalanlah mereka berempat ke arah kota emerald Oz tersebut.
Perjalanan ke tempat Oz ini tidaklah mudah sama sekali. Selalu ada rintangan dalam berbagai bentuk, apakah itu rintangan fisik berupa jurang yang dalam atau sungai yang deras, atau berupa musuh atau makhluk lain yang mengganggu. Setiap menghadapi rintangan itu mereka bekerja sama dan dengan memberikan apa yang masing-masing miliki, keterampilan menebang kayu dari the Tin Woodman, ide-ide dari pengamatan dan pengalaman si Scarecrow, auman maut sang singa, maupun karisma si gadis sederhana Dorothy, hingga akhirnya mereka berhasil mencapai the emerald city of Oz. Namun setelah lelah melewati sekian rintangan itu ternyata jawaban tidak langsung begitu saja didapat dari sang Oz. Masih ada tugas-tugas lain yang mengharuskan mereka melakukan sekian perjalanan lagi, sampai akhirnya mereka menemukan suatu kenyataan yang tidak terduga dan lagi dan lagi melakukan perjalanan yang penuh rintangan. Dalam seluruh perjalanan itulah Baum menuangkan pesan-pesan moralnya, yang diceritakan sedemikian rupa sehingga pesan yang menurut saya sangat mendasar itu bisa terasa sangat membumi.
Hal yang senantiasa bergema di sepanjang cerita adalah bahwa kita pada akhirnya harus percaya pada diri sendiri, pada kekuatan sendiri yang sebenarnya selalu ada didalam diri kita. Namun sering kali kita merasa tidak memiliki apapun dan lalu berjuang untuk memilikinya, yang seringkali membawa kita toh kembali ke dalam diri untuk menemukannya. Kekuatan-kekuatan ini, jika bersatu, akan menjadi modal yang sangat berharga. Hal ini menurut saya dapat dilihat dalam berbagai dimensi, apakah dalam dimensi ketika menghadapi masalah sehari-hari, dalam pekerjaan, dalam manajemen organisasi, sampai dalam dimensi spiritual (dimana kebahagiaan dan bahkan Tuhan akhirnya kita temukan dalam diri/ hati kita sendiri). Modal percaya pada diri sendiri inilah yang menurut saya sangat mendasar. Pada akhirnya keempat sekawan itu berhasil mengatasi segala rintangan bukan oleh apapun dari luar diri mereka, tapi dari sumbangan-sumbangan kekuatan dari dalam diri mereka sendiri. Scarecrow yang merasa tidak pintar karena tidak memiliki otak, toh pada akhirnya yang paling sering mengungkapkan ide-ide brilian pemecahan masalah. The Tin Woodman yang merasa tidak memiliki hati ternyata paling cepat merasa jatuh kasihan, dan sang singa dalam beberapa situasi berhasil mengeluarkan keberanian dalam dirinya untuk menolong teman-temannya. Dorothy sendiri pun selama itu ternyata membawa modal yang sangat penting dan berguna namun tidak ia sadari.
Dan akhirnya sang Oz memberikan jawaban telak bagi permintaan-permintaan mereka. Kepada Scarecrow ia berkata bahwa ia tidak bisa memberinya otak karena toh tidak ia butuhkan, pengalamanlah yang memberinya pengetahuan atas segala sesuatu. Seperti layaknya seorang bayi yang baru lahir yang memiliki otak tapi tidak tahu bagaimana menggunakannya, pengalaman adalah sesuatu yang mengantarnya pada pengetahuan, dan semakin lama ia hidup semakin banyak pengalaman yang didapatnya (hlm 148). Kepada sang singa yang penakut, Oz berkata bahwa ia sebenarnya telah memiliki banyak keberanian, yang dibutuhkan adalah percaya pada diri sendiri. Oz menambahkan bahwa tidak ada satu makhluk hidup pun yang tidak pernah takut ketika menghadapi bahaya, keberanian sejati adalah berani menghadapi bahaya ketika kita merasa takut, dan Oz percaya sang singa telah membuktikan semua itu (hlm 148). Oz memperingatkan the Tin Woodman bahwa memiliki hati adalah juga memiliki resiko merasa sedih, kecewa dan perasaan tidak bahagia lainnya (hlm 149).
Namun karena cerita ini adalah suatu cerita anak-anak, tentu pendengarnya yang anak-anak menginginkan suatu akhir yang tidak mengambang, suatu penutup yang ”happy ending”. Maka walau mengatakan semua itu, Oz tetap memberikan kepada mereka semua yang mereka inginkan, apakah itu merupakan suatu yang sungguhan atau semu, menjadi tidak begitu penting. Pada akhirnya semua merasa “happy” karena mengetahui dalam dirinya sudah ada atau sudah terberi yang mereka butuhkan itu; Scarecrow mendapatkan sebongkah otak di kepalanya, the Tin Woodman mendapatkan sepotong hati di dalam dadanya, dan sang singa mendapatkan keberanian dalam dirinya. Lalu bagaimana dengan Dorothy? Ya, tentu akhirnya tetap merupakan “happy ending” sepeti yang lainnya, dan ternyata yang ia butuhkan untuk kembali ke Kansas itu sudah ada dan malah melekat pada dirinya selama ini. Dalam memilin alur cerita, Baum menurut saya sangat jenius.
Begitulah Baum memberikan suatu pesan yang sangat penting bagi anak-anak, maupun bagi orang dewasa tentunya, dengan cara yang sangat sederhana. Di beberapa sudut cerita ia juga menempatkan beberapa pesan moral lainnya, seperti bahwa kita harus juga menghargai sesuatu yang tampaknya kecil dan tidak berharga, karena seringkali sesuatu yang kecil itu justru yang mampu menghancurkan kita atau sesuatu yang kita remehkan justru yang mampu memberikan jalan keluar terbaik dan menolong kita. Hal ini misalnya tertuang pada: …the Cowardly Lion laughed, and said: “I have always thought myself very big and terrible; yet such little things as flowers came near to killing me, and such small animals as mice have saved my life. How strange it all is!…. (hlm 78-79). Hal senada juga terungkap ketika ide akhir pemecahan masalah mereka dapatkan dari penjaga gerbang the emerald city, yang selama ini dianggap begitu tidak penting sampai-sampai tidak pernah dirasa perlu masuk ke dalam ruangan Oz. Suatu ide manajemen yang baik sekali.
Hal lain yang saya juga petik adalah bahwa kita seringkali lupa bersyukur, bahwa segala “kekurangan” kita sebenarnya juga merupakan keberuntungan kita. Seperti yang diucapkan Scarecrow ketika baru melewati the Dainty China Country yang penuh dengan boneka porselen yang rapuh: “and I am thankful I am made of straw and cannot be easily damaged. There are worse things in the world than being a Scarecrow.” (hlm 180).
Akhirnya segala modal dan kekuatan yang kita sudah miliki itu harus senantiasa diasah agar bisa berguna dan menjadi lebih baik. Seperti yang diungkapkan oleh tokoh Glinda, the wicked witch yang baik hati, kepada the Tin Woodman yang akan memimpin negeri the Winkies: “… Your brain may not be so large to look at as those of the Scarecrow, but you are really brighter than he is – when you are well polished…” (hlm 193).
Baum menggambarkan karakter tokoh-tokohnya dengan kuat, dan Dorothy digambarkan sebagai gadis kecil yang jujur, baik hati namun berani ketika harus menghadapi yang dianggap tidak benar. Suatu karakter yang saya cintai. Saya juga suka sekali dengan ilustrasi cover buku keluaran Aladdin Classic ini, dimana sang gadis kecil, yang saya percaya sebagai Dorothy, digambarkan sebagai seorang yang serius (dari tatapan matanya), namun lembut (dengan tangannya yang menggenggam seikat bunga liar), dengan latar belakang berupa padang rumput luas khas bagian tengah Amerika, sesuai setting cerita ini. Suatu buku yang pantas dikoleksi dan layak disebut klasik.
The Wizard of Oz pertama kali terbit pada tahun 1900 di Chicago oleh penerbit George M. Hill dan menjadi awal dari serangkaian cerita dalam seri Oz yang total berjumlah 14 judul. Ketigabelas judul sekuelnya baru terbit antara tahun 1960 – 1986. Film The Wizard of Oz telah dibuat oleh MGM pada tahun 1939. Buku ini dipersembahkan Baum kepada istrinya, yang dianggapnya sebagai “my good friend and comrade”, sepertinya juga menjadi cerminan hubungan antara Dorothy dan teman-temannya.
0 komentar:
Post a Comment